Daftar Blog Saya
Senin, 11 April 2011
SEJARAH GEDUNG JUANG TAMBUN
Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Bekasi yang letaknya berdampingan dengan Jakarta memiliki sejarah perjuangan melawan penjajah yang tak kalah heroik. Perjuangan rakyat Bekasi sempat diabadikan dalam puisi terkenal karya Chairil Anwar, Karawang-Bekasi.
Yang menarik, Bekasi masih memiliki gedung bersejarah peninggalan pra masa kemerdekaan yang dikenal sebagai Gedung Tinggi yang terletak di jalan Sultan Hasanudin, dekat Pasar Tambun dan Stasiun kereta api Tambun. Gedung Tinggi ini sekarang dikenal sebagai gedung juang 45. Bangunan berarsitektur neoklasik ini dibangun oleh tuan tanah Kow Tjing Kie pada tahun 1910. Gedung tinggi ini merupakan salah satu gedung bersejarah yang turut menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Bekasi saat revolusi fisik. Ketika itu daerah Tambun dan Cibarusah menjadi pusat kekuatan pasukan republik Indonesia (RI). Perlu diketahui bahwa pada saat revolusi kemerdekaan, garis demarkasi yang memisahkan daerah Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan Belanda terletak didaerah Sasak Jarang, sekarang menjadi perbatasan antara kecamatan Bekasi Timur dengan Kecamatan Tambun dan merupakan perbatasan Kota Bekasi dengan Kabupaten Bekasi.
Akibat serangan bertubi-tubi, pertahanan pasukan Belanda di Bekasi sering ditinggalkan. Mereka kemudian memusatkan diri ke daerah Klender Jakarta Timur. Sebaliknya, para pejuang Indonesia menjadikan gedung tinggi ini sempat dijadikan sebagai pertahanan di front pertahanan Bekasi- Jakarta.
Dikuasai Tuan Tanah
Setelah pasukan Belanda meninggalkan Bekasi. Gedung Juang yang terdiri dari dua lantai ini, dimiliki dan dikuasai seorang tuan tanah keturunan Cina bernama Kouw Oen Huy. Tuan tanah yang berhasil menguasai ratusan hektare tanah di Kecamatan Tambun, bahkan memiliki perkebunan karet. Ia digelari ‘Kapitaen’.
Ia tidak hanya menguasai tanah di Tambun tapi juga daerah Tekuk Pucung yang jaraknya puluhan kilometer dari Tambun, termasuk di daerah Cakung, juga menjadi milik tuan tanah ini.
Gedung Juang yang kini menjadi perkatoran milik Pemerintah Kabupaten Bekasi, dibangun dua tahap, tahun 1906 dan tahun 1925. Pada awalnya, di bagian halaman muka Gedung Juang ini, dijadikan taman buah yang diantaranya banyak ditanami pohon mangga yang pada saat itu belum pernah dikenal masyarakat Tambun dan Bekasi.
Tuan tanah Kouw Oen Huy, menguasai bangunan tua ini hingga 1942. Selanjutnya, tahun 1943, bangunan bersejarah tersebut berada di bawah pengawasan pemerintahan Jepang hingga tahun 1945. Tentara Jepang, juga menggunakan bangunan tua ini sebagai pusat kekuatannya dalam menjajah Indonesia.
Pada masa perjuangan kemerdekaan 1945, bangunan yang berlokasi di atas tanah sekitar 1000 meter ini, diambil alih oleh Komite Nasional Indonesia (KNI) untuk dijadikan sebagai Kantor Kabupaten Jatinegara. Pada masa itu, Bekasi dijadikan sebagai daerah front pertahanan, maka gedung tersebut berfungsi juga sebagai Pusat Komando Perjuangan RI dalam menghadapai Tentara Sekutu yang baru selesai perang dunia kedua.
Di gedung yang mempunyai makna monumental ini, perudingan dan pertukaran tawanan perang terjadi. Lokasi pelaksanaan pertukaran tawanan sendiri dilakukan di dekat Kali Bekasi yang kini tidak jauh dari rumah pegadaian Bekasi. Banyak tentara Jepang meninggal dibantai dan dibuang di Kali Bekasi, membuat setiap tahun tentara Jepang selalu melakukan tabur bunga di kali yang membentang kota Bekasi ini.
Dalam pertukaran tawanan, pejuang-pejuang RI oleh Belanda dipulangkan ke Bekasi, dan tawanan Belanda oleh pejuang RI dipulangkan ke Jakarta lewat kereta api yang lintasannya persis berada di belakang Gedung Juang. Gedung yang tidak jauh dari Pasar Tambun Bekasi ini, juga pernah dijadikan sebagai Pusat Komando Perjuangan RI pada masa perjuangan fisik. Gedung ini selalu menjadi sasaran tembak pesawat udara dan meriam Belanda. Banyak keanehan pada gedung ini. Ketika meriam Belanda dijatuhkan di atas bangunan tersebut, ternyata meriam itu tidak meledak dan hanya merusak sebagian kecil bangunan.
Akhir 1947, ketika Belanda menghianati perundingan Linggarjati tanggal 21 Juli, Belanda mengadakan aksi pertama (dikenal sebagai Agresi Militer Belanda Pertama). Mengingat gedung ini merupakan markas basis pertahanan, maka tidak mengherankan bila di sekitar gedung ini sering terjadi pertempuran dan pembantaian yang bertubi-tubi. Bahkan gedung ini pernah di duduki Belanda/NICA hingga tahun 1949. Namun, gedung yang sangat mempunyai nilai sejarah dan merupakan kebanggaan mayarakat Bekasi ini, kembali berhasil direbut oleh pejuang Bekasi pada awal 1950.
Museum Perjuangan Bekasi
Setelah masa perjuangan merebut kemerdekaan, gedung ini mengalami berbagai perkembangan dan perubahan fungsi. Selain bangunan bersejarah, bangunan tersebut sering digunakan sebagai pusat aktivitas.
Di antaranya, tahun 1950 setelah Tambun dikuasai lagi oleh Republik Indonesia, gedung ini diisi dan ditempati pertama sekali oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi.
Juga pernah digunakan sebagai kantor Jawatan Pertanian dan jawatan-jawatan lainnya sampai akhir 1982. Bangunan yang berada di bagian timur Bekasi ini, juga sempat dijadikan sebagai tempat persidangan-persidangan DPRDS, DPRD-P, DPRD TK II Bekasi dan DPRD-GR hingga tahun 1960.
Tahun 1951, di gedung ini sempat diisi oleh pasukan TNI Angkatan Darat Batalyon “Kian Santang”. Batalyon Kian Santang ini sekarang menjadi bagian dari Kodam III Siliwangi. Tahun 1962, kemudian gedung ini dibeli Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Ketika peristiwa Gerakan G 30S/PKI pecah, gedung ini juga sempat dijadikan sebagai penampungan Tahanan Politik (Tapol) PKI.
Mengingat letaknya yang strategis, oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi saat Bupati Bekasi dijabat Abdul Fatah, bangunan ini sempat dijadikan sebagai tempat perkuliahan bagi mahasiswa Akademi Pembangunan Desa (APD) yang merupakan cikal bakal pembangunan perguruan tinggi di Bekasi, dan kini dikenal dengan Universitas Islam 45 (Unisma).
Manfaat lain gedung ini, juga sempat digunakan sebagai Kantor BP-7 dan Kantor Legiun Veteran. Tahun 1999, di gedung menjadi sekretraist Pemilu. Lalu menjadi kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Sekretarit Kantor Pepabri dan Wredatama. Kini gedung yang menghadap timur ini, menjadi kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kantor Tenaga Kerja Pemertintah Kabupaten Bekasi.
Saat SMP, saya bersekolah di SMPN 1 Tambun yang terletak tidak jauh dari Gedung Tinggi ini. Saya memasuki gedung ini pertama kali saat mengikuti lomba Cepat Tepat P4 tingkat kabupaten Bekasi. Saat itu, gedung tinggi difungsikan sebagai kantor BP7. Suasana gedung kuno terasa melingkupi seluruh gedung, apalagi gedung ini cukup luas dan terasa senyap jika tidak ada kegiatan yang melibatkan orang ramai. Yang ramai justru suara burung Walet dan kelelawar…
Gedung ini sempat diabadikan dalam film “Lebak Membara”, dimana HIM Damsyik sebagai pejuang tewas setelah jimat kebal pelurunya tersangkut dipagar saat hendak menurunkan bendera musuh dihalaman gedung Tinggi :-).
Diakhir tahun 90-an, Gedung Tinggi ini rimbun oleh pohon angsana yang tinggi dan besar. Sayangnya, kerimbunan pohon yang membawa kesejukan ini akhirnya terkalahkan setelah Pemerintah Bekasi memutuskan membangun kantor Dinas Pasar yang menempati sudut halaman Gedung Tinggi dan menumbangkan pohon angsana yang sudah lama menaungi keteduhan halaman Gedung Tinggi.
Jika kapan-kapan main ke Bekasi, sempatkan datang ke Gedung Tinggi. Jika menjadi warga Bekasi, sayang sekali jika tidak tahu sejarah perjuangan Rakyat Bekasi yang salah satu monumen dan saksi bisunya adalah Gedung kuno yang bernama Gedung Tinggi Tambun.
Langganan:
Postingan (Atom)